Thursday, March 9, 2017

Sri Sultan Hamengkubuwana IX

Gusti Raden Mas Dorodjatun atau Sri Sultan Hamengkubuwana IX

 
Sri Sultan Hamengkubuwana IX

(mentarisenja12)-Lahir di Yogyakarta dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Hamengkubuwana IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan permaisuri Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara. Diumur 4 tahun Hamengkubuwana IX tinggal pisah dengan keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di Europeesche Lagere School di Yogyakarta. Pada Tahun 1925 ia melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burgerschool di Semarang, dan Hoogere Burgerschool te Bandoeng -HBS Bandung. Pada Tahun 1930-an ia berkuliah di Rijkuniversitiet (sekarang Universiteit Leiden), Belanda (Sultan Henkie").

Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai SUltan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapai ing Ngalaga Abdurahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat". Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong Kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar Pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa". Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adam mengenai otonomi Yogyakarta. Pada masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Sultan Hamengkubuwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kasultanan Yogyakarta terlama antara 1940 - 1988.

Peran dalam Dalam Mempertahankan Keutuhan Bangsa dan Negara Indonesia
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, keadaaan perekonomian sangat buruk. Kas negara kosong, pertanian dan industri rusak berat akibat perang. Blokade eknomi yang dilakukan Belanda membuat perdagangan dengan luar negeri terhambat. Kekeringan dan kelangkaan bahan pangan terjadi dimana-mana, termasuk di Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk menjamin agar roda pemerintahan RI tetap berjalan, Sultan Hamengkubuwana ke IX menyumbangkan kekayaannya sekitar 6.000.000 Gulden, baik untuk membiayai pemerintahan, kebutuhan hidup para pemimpin dan para pegawai pemerintah lainnya. Setelah perundingan Renvile, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan Agresi Militer ke-2. Sasaran penyerbuan adalah Ibukota Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal 22 Sedember 1948 Presiden Soekarno, Wakil Presiden Muhammad Hatta, Sutan Syahrir dan para pembesar lainnya di tangkap Belanda dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sementara itu Sultan Hamengkubuwana IX tidak di tangkap karena kedudukannya yang istimewa, dikhawatirkan akan mempersulit kedudukan Belanda di Yogyakarta. Selain itu, Waktu itu Belanda mengakui Yogyakarta sebagai kerajaan dan menghormati kearifan setempat. Akan tetapi, Sultan menolak untuk bekerjasama dengan Belanda. Untuk itu, Sultan Hamengkubuwana menulis surat terbuka yang disebarluaskan ke seluruh daerah Yogyakarta. Dalam surat itu dikataka bahwa Sultan "meletakkan jabatan" sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengunduran diri Sultan kemudian diikuti oleh Sri paku Alam. Hal ini bertujuan agar masalah keamanan di wilayah Yogyakarta menjadi beban tentara Belanda. Selain itu dengan demikian, Sultan tidak akan dapat diperalat untuk membantu musuh. Sementara itu, secara diam-diam Sultan membantu para pejuang RI, dengan memberikan bantuan logistik kepada para pejuang, pejabat pemerintah RI dan orang-orang Republiken.

Jabatan
  • Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta 1945
  • Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III ( 2 Oktober 1946 -27 Juni 1947)
  • Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifudin I dan II ( 3 Juli 1947 - 11 November 1947 dan 11 November 1947 -28 Januari 1948).
  • Menteri Negara pada Kabinet Hatta I ( 20 Desember 1948- 4 Agustus 1949)
  • Menteri Pertahanan/ Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II ( 4 Agustus 1949-20 Desember 1949) 
  • Menteri Pertahanan pada masa Kabinet RIS (20 Desember 1949-6 September 1950)
  • Wakil Perdana Menteri Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951)
  • Ketua Dewan Kurator Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1951)
  • Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
  • Ketua Sidang 4 ECAFE ( Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957).
  • Ketua Federasi Asian Games (1958)
  • Menteri/ Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
  • Ketua Delegasi Indonesia dala pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963)
  • Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
  • Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi (11 Maret 1966)
  • Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
  • Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia / KONI (1968)
  • Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968)
  • Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)
 
Pahlawan Nasional
Hamengkubuwana IX diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia tanggal 8 Juni 2003 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. 

No comments:

Post a Comment