Tradisi Sekaten, Upacara adat yang masih Lestari di Yogyakarta
Upacara Sekaten Yogyakarta |
(mentarisenja12)-Di Yogyakarta, terdapat sebuah tradisi adat yang dikenal dengan Sekaten. Sekaten biasanya juga dikenal dengan Pasar Malem Sekaten. Ini disebabkan karena sebelum upacara Sekaten digelar, selalu diadakan pasar malam yang berlangsung satu bulan penuh. Tradisi sekaten ini sudah dilakukan sejak abad 16. Tradisi ini diadakan setahun sekali yakni di bulan Maulud atau bulan ketiga dalam perhitungan kalender Jawa. Lokasi yang digunakan untuk menggelar acra Sekaten ini adalah di pelataran alun-alun utara Yogyakarta.
Istilah Sekaten sendiri berkembang dari beberapa versi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa istilah ini diambil dari nama perangkat pusaka Kraton Yogyakarta. Pusaka tersebut berupa gamelan bernama Kanjeng Kyai Sekati. Gamelan ini selalu digunakan dalam acara Maulud Nabi Muhammad. Sementara itu, pendapat lain ada yang mengungkapkan bahawa sekaten disadur dari kata suka yang berarti senang dan ati yang berarti hati sehingga dapat diartikan sebagai senang hati. Ini disebabkan karena orang-orang yang menyambut perayaan Maulud sedang berbahagia dan bersyukur dalam perayaan tersebut.
Tradisi Sekaten dipercaya sebagai perpaduan antara seni dan dakwah. Pada saat agama Islam mulai masuk ke Jawa, Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu anggota wali Songo menggunakan kesenian gamelan (alat musik tradisional Jawa) untuk menarik masyarakat agar datang menikmati pagelaran tersebut. Kesenian tersebut menggunakan gamelan yang dinamai Kyai Kanjeng Sekati. Kesenian ini tidak hanya menampilkan pertunjukan gamelan saja tetapi juga dilakukan pembacaan ayat Al-Qur'an dan Khutbah ditengah-tengah acara. Bagi masyarakat yang ingin masuk Islam, mereka wajib menugucapkan syahadat dan menunjukkan ketaatan terhadap ajaran agama.
Sebelum sekaten dimulai, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan terlebih dahulu. Persiapan tersebut meliputi fisik dan persiapan batin. Persiapan fisik antara lain adalah alat-alat dan perlengkapan yang akan digunakan untuk upacara Sekaten yakni Gendhing Sekaten, Gamelan Sekaten, bunga kanthil, sejumlah uang logam, samir niyaga, busana seragam dan naskah riwayat maulud.
Gamelan yang digunakan untuk sekaten merupakan benda pusaka milik Kraton yang bernama Kyai Kanjeng Sekati dalam 2 rancak, Kyai Kanjeng Guntur Madu dan Kyai Kanjeng Nogowilogo. Gamelan Sekaten ini dibuat langsung oleh Sunan Giri. Alat pemukulnya terbuat dari tanduk kerbau atau tanduk lembu. Pemukulnya harus diangkat sampai tinggi dahi sebelum dipukulkan pada gamelan. Sementara itu, Gendhing sekaten merupakan serangkain gendhing atau lagu yang akan digunakan antara lain Rangkung pathet lima, Rambu pathet lima, Rendheng pathet lima, Gliyung pathet nem, Atur-atur pathet nem, Lunggadhung pathet lima, Rambu pathet lima, dll.
Pada persiapan batin, abdi dalem yang akan terlibat dalam tradisi Sekaten harus menyiapkan batin dan mental untuk menjalankan manat tersebut. Para abdi yang ditugaskan untuk memukul gamelan harus menyucikan diri dengan melakukan siram jamas dan berpuasa. Perayaan Sekaten mulai tanggal 6 Maulud ketika Kyai Kanjeng sekati diboyong dari persemayamannya. Kyai Kanjeng Nogowilogo dipindahkan ke Bangsal Trajumas sedangkan Kyai Kanjeng Guntur Madu diletakkan ke Bangsal Srimanganti. Pada tanggal 11 Maulud, Sri Sultan ke Masjid Agung untuk mengikuti upacara Maulid Nabi Muhammad SAW. Setelah upacara selesai, perangkat gamelan sekaten dibawa kembali ke Keraton. Pemindahan ini sekaligus menjadi tanda berakhirnya upacara sekaten.
No comments:
Post a Comment